Sejak masuknya orang-orang Spanyol ke Filipina, pada 16 Maret 1521 M, penduduk pribumi telah mencium adanya maksud lain dibalik
Pertama, adalah wilayah indianized southeast asia, asia tenggara yagn dipengaruhi India yang dalam hal ini hindu dan budha
Kedua, sinized south east asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh china, adalah Vietnam.
Ketiga, yatu wilayah asia tenggara yag dispanylkan, atau hispainized south east asia, yaiut philipina.
Ketiga
pemmbagian tersebut seolah meniadakan pegnaruh Islam yang begitu besar
di Asia tenggara, khususnya Philipina. Seperti tertulis bahwa philipina
termasuk negara yang terpengaruhi oleh spanyol. Hal itu benar adanya,
akan tetapi pranata kehidupan di Philipina juga terpengaruhi oleh Islam
pada masa penjajahan amerika dan spanyol. Sedikit makalah dibawah ini
akan menyingkap dengan singkat tentang sejarah masuknya Islam di
Philipina.
Pembahasan
Islam
di asia menurut Dr. Hamid mempunyai 3 bentuk penyebaran. Pertama,
penyebaran Islam melahirkan mayoritas penduduk. Kedua, kelompok
minoritas Islam. Ketiga, kelompok negera negara Islam tertindas.
Dalm
bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr. Hamid
mencantumkan bahwa Islam di Philipina merukan salah satu kelompok
ninoritas diantara negara negara yang lain. Dari statsitk demografi pada
tahun 1977Masyarakat Philipina berjumlah 44. 300.000 jiwa. Sedangkan
jumlah masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan
unsur dominan komunitas Mindanao dan mogondinao.
Hal itu
pastinya tidak lepas dari sejarah latar belakang Islam di negeri
philipina. Bahkan lebih dari itu, bukan hanya penjajahan saja, akan
tetapi konflik internal yang masih berlanjut sampai saat ini.
Sejarah
masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan
Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab
bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama
yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan
sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra
Barat). Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil
mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja
kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari
Manguindanao memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah
ini mulai dirintis. Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan
dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang
didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan
Mir-atu-Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang
berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah
itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta
daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina
semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar
Datuk atau Raja. Menurut ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina
sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri Allah yang aman). Pendapat
ini bisa jadi benar, mengingat kalimat tersebut banyak digunakan oleh
masyarakat sub-kontinen.
Secara umum, gambaran Islam masuk di Philiphina melalui beberapa fase, dari penjajahan sampai masa modern.
Masa Kolonial Spanyol
Sejak
masuknya orang-orang Spanyol ke Filipina, pada 16 Maret 1521 M,
penduduk pribumi telah mencium adanya maksud lain dibalik "ekspedisi
ilmiah" Ferdinand de Magellans. Ketika kolonial Spanyol menaklukan
wilayah utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak demikian
halnya dengan wilayah selatan. Mereka justru menemukan penduduk wilayah
selatan melakukan perlawanan sangat gigih, berani dan pantang menyerah.
Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian kilometer demi
kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan Sulu takluk pada
tahun 1876 M). Menghabiskan lebih dari 375 tahun masa kolonialisme
dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslimin. walaupun demikian,
kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara total. Selama masa
kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan
kuasai) serta mision-sacre (misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang
Islam. Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap
hal-hal yang buruk) sebagai "Moor" (Moro). Artinya orang yang buta
huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Sejak saat
itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan
Filipina Selatan tersebut. Tahun 1578 M terjadi perang besar yang
melibatkan orang Filipina sendiri. Penduduk pribumi wilayah Utara yang
telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan kolonial Spanyol,
kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan orang-orang Islam di
selatan. Sehingga terjadilah peperangan antar orang Filipina sendiri
dengan mengatasnamakan "misi suci". Dari sinilah kemudian timbul
kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa
Moro yang Islam hingga sekarang. Sejarah mencatat, orang Islam pertama
yang masuk Kristen akibat politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini
adalah istri Raja Humabon dari pulau Cebu,
Masa Imperialisme Amerika Serikat
Sekalipun
Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap
kedua wilayah itu merupakan bagian dari teritorialnya. Secara tidak sah
dan tak bermoral, Spanyol kemudian menjual Filipina kepada Amerika
Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 M melalui Traktat Paris.
Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri sebagai seorang
sahabat yang baik dan dapat dipercaya. Dan inilah karakter musuh-musuh
Islam sebenarnya pada abad ini. Hal ini dibuktikan dengan
ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang menjanjikan
kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan
mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro. Namun traktat tersebut hanya
taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak, karena
pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum
revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah
kaum revolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu
bergeser kepada sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka.
Setahun kemudian (1903 M) Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah
propinsi Moroland dengan alasan untuk memberadabkan (civilizing) rakyat
Mindanao dan Sulu. Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua
belah pihak. Teofisto Guingona, Sr. mencatat antara tahun 1914-1920
rata-rata terjadi 19 kali pertempuran. Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali
pertempuran. Patut dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata
telah menggunakan waktu tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di
wilayah Moro untuk keperluan ekspansi para kapitalis. Bahkan periode
1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan
Bangsa Moro. Namun Amerika memandang peperangan tak cukup efektif
meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika akhirnya menerapkan strategi
penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan. Kebijakan ini
kemudian disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai ciri khas
penjajahan mereka. Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan
Amerika terbukti merupakan strategi yang sangat efektif dalam meredam
perlawanan Bangsa Moro. Sebagai hasilnya, kohesitas politik dan kesatuan
diantara masyarakat Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai
diserang oleh norma-norma Barat. Pada dasarnya kebijakan ini lebih
disebabkan keinginan Amerika memasukkan kaum Muslimin ke dalam arus
utama masyarakat Filipina di Utara dan mengasimilasi kaum Muslim ke
dalam tradisi dan kebiasaan orang-orang Kristen. Seiring dengan
berkurangnya kekuasaan politik para Sultan dan berpindahnya kekuasaan
secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit demi sedikit mengancam
tradisi kemandirian.
Masa Peralihan
Masa
pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan kekuasaan dari penjajah
Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di Utara. Untuk menggabungkan
ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukanlah hukum-hukum
tanah warisan jajahan AS yang sangat kapitalistis seperti Land
Registration Act No. 496 (November 1902) yang menyatakan keharusan
pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis, ditandatangani dan di bawah
sumpah. Kemudian Philippine Commission Act No. 718 (4 April 1903) yang
menyatakan hibah tanah dari para Sultan, Datu, atau kepala Suku
Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang atau
izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No. 296 (7 Oktober
1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan
Land Registration Act No. 496 sebagai tanah negara, The Mining Law of
1905 yang menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai tanah yang
bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN
Filipina dan AS, serta Cadastral Act of 1907 yang membolehkan penduduk
setempat (Filipina) yang berpendidikan, dan para spekulan tanah Amerika,
yang lebih paham dengan urusan birokrasi, untuk melegalisasi
klaim-klaim atas tanah. Pada intinya ketentuan tentang hukum tanah ini
merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan
ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara
yang menguntungkan para kapitalis. Pemberlakukan Quino-Recto
Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya
pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah
Mindanao. Pemerintah mula-mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan
survei-survei tanah negara, sebelum membangun koloni-koloni pertanian
yang baru. NLSA – National Land Settlement Administration – didirikan
berdasarkan Act No. 441 pada 1939. Di bawah NLSA, tiga pemukiman besar
yang menampung ribuan pemukim dari Utara dibangun di propinsi Cotabato
Lama. Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944 gigih
mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan
tujuan untuk menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah
Bangsa Moro di Mindanao serta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam
masyarakat Filipina secara umum. Kepemilikan tanah yang begitu mudah
dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan
pemukiman besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao. Banyak pemukim
yang datang, seperti di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif
utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah.
Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao, pemerintah
membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu
yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh
pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut. Sehingga
perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah mereka
Masa Pasca Kemerdekaan hingga SekarangKemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946 M) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan. Pada awal kemerdekaan, pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi. Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan gerakan rakyat anti penjajahan Jepang. Setelah Jepang menyerah, mereka mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Filipina. Pemberontakan ini baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan pada masa pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953). Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu. Perkembangan berikutnya kita semua tahu. MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan. Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993). Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro. Ditandatanganinya perjanjian perdamaian antara Nur Misuari (ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana Merdeka Jakarta lebih menunjukkan ketidaksepakatan Bangsa Moro dalam menyelesaikan konflik yang telah memasuki 2 dasawarsa itu. Disatu pihak mereka menghendaki diselesaikannya konflik dengan cara diplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad (diwakili oleh MILF). Semua pihak memandang caranyalah yang paling tepat dan efektif. Namun agaknya Ramos telah memilih salah satu diantara mereka walaupun dengan penuh resiko. "Semua orang harus memilih, tidak mungkin memuaskan semua pihak," katanya. Dan jadilah bangsa Moro seperti saat ini, minoritas di negeri sendiri.
Epilog
Dari
telusan diatas, begitu kentara bahwasanya islam masuk Philipina dengan
jalan yang tidak mulus, berliku dan harus menghadapi rintangan dan
hambatan dari dalam maupun luar negeri. Imbasnya, maka pada awal tahun
1970-an, Islam di Philipina merupakan komunitas minoritas dan tinggal di
beberapa daerah dan pulau khusus. Dengan suatu konsekwensi bagi kaum
minoritas Islam berseberangan degnan kepentingan pemerintah, hingga
timbullah konflik yang berkepanjanangan antara pemerintah dan komunitas
muslim.(ciw) SuaraMedia.Com
17.38 | 0
komentar | Read More